Kata sinar biasa diidentikkan ke matahari dan benda yang panas.
Seperti sinar gamma, dan inframerah. Kata cahaya biasa diidentikkan ke
bulan, benda langit yang tidak panas. Dua benda tersebut, yaitu matahari
dan bulan sama-sama mampu menerangi. Tapi matahari menerangi dengan
panas. Namun bulan menerangi tanpa panas.
Dalam sebuah kutipan hadist Shohih (diriwayatkan oleh Imam Muslim:
223, dari Abu Malik al-Haarits bin ‘Aashim al-Asy’ary
radhiallaahu’anhu), Rosulullah menyebutkan “…..Assholatu nuurun…” sholat
adalah cahaya. …..”Wa shobru Dhiyaaa’un…” sabar adalah sinar. Sholat,
sebagaimana yang dikatakan nabi adalah cahaya. Ia terang tapi tidak
memberi panas. Sedangkan sabar adalah sinar. Ia sinar, dan terasa panas
saat dijalankan.
Begitulah kedudukan antara shalat dan sabar. Kedua-duanya bermanfaat.
Yaitu memberi penerangan. Namun alangkah anehnya saat sholat yang
kedudukannya tidak seberat sabar dalam mengatasi musibah, banyak sekali
yang meninggalkan amalan itu. Bahkan Allah dan Rosulnya banyak
mengingatkan pentingnya shalat dalam kehidupan. Baik didunia, terlebih
akhirat. Begitu juga barometer seseorang bisa dilihat dari shalatnya.
Jika shalat saja yang membutuhkan kesabaran tidak begitu besar sering ditinggalkan, lantas sabar seperti apa yang dipunya saat akan berhadapan dengan peliknya hidup, dan berbagai goncangan ujian?
Jika shalat saja yang membutuhkan kesabaran tidak begitu besar sering ditinggalkan, lantas sabar seperti apa yang dipunya saat akan berhadapan dengan peliknya hidup, dan berbagai goncangan ujian?
Kita bisa memperhatikan dalam jejak para salaf terdahulu dalam kisah
mereka, kenapa orang yang menjalankan ketaatan dan meninggalkan
kemaksiatan mudah bersabar dari perihnya ujian, pedihnya goncangan, dan
kegelisan yang tak terhentikan.
Sebab, saat orang yang selalu melaksanakan apa yang Allah perintahkan
dan menjauhi segala yang dilarang, sama halnya dia menjaga agama Allah.
Balasan bagi orang yang menjaga agama Allah, Allah pun akan kembali
menjaganya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”(QS. 47:7)
Itulah buah dari menolong agama Allah. Dia akan menjaga dari ketidak
sabaran dalam menghadapi persoalan hidup. Karena sifat musibah tidak ada
yang dapat memprediksi. Hari ini gembira, tertawa lebar. Bisa jadi
besok berduka cita, menangis sejadi-jadinya. Hari ini duka cita, esok
merasa diri sebagai orang yang paling sengsara.
Maka, perisai sabarlah tameng yang tak dapat dipecah oleh palu
musibah. Tak dapat digoncangkan oleh kekhawatiran. Dan tak robek oleh
tajamnya kepedihan. Ia mutiara ditengah padang sahara. Menjadi nikmat
bagi pemburu syurga dan sekaligus pelepas dahaga oleh air kasih
sayang-Nya. Sabar adalah matahari yang panas, tapi menyehatkan.
Menyehatkan bagi rohani yang rindu akan luas keridhoan-Nya.
Dan sholat merupakan kewajiban yang membutuhkan kesabaran, yang tidak
sebesar dalam menghadapi kesulitan hidup. Lalu, patutkah kita
meninggalkan cahaya shalat demi meraih sinar kesabaran? (Islampos)
Posting Komentar
Posting Komentar