Khadijah…, Bidadari yang setia mendampingi. Lagi lagi pribadi mulia itu memberikan teladan. Saat wahyu pertama turun di Gua Hira dan Muhammad lari pulang ketakutan. Sampai dirumah hanya kecemasan dan ucapan :” selimuti aku … selimuti aku… Selimuti aku…”
Istri tercinta langsung menyelimuti dengan penuh kasih. Ketakutan itu dicurahkan suami :” aku takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa diriku ”
“tidak, tidak akan terjadi demikian, Tuhan tidak akan menjerumuskanmu dalam kesedihan. Sebab engkau menjaga hubungan persaudaraan, sabar menanggung penderitaan, gemar memuliakan tamu dan suka menolong untuk menegakkan kebenaran.”
Bahkan Muhammad sendiri belum menyadari sebenarnya apa yang telah terjadi. Peristiwa apakah yang sedemikian mengguncang jiwa. Namun nalurinya yang tajam membuat khadijah lekas mengambil kesimpulan tepat,” ini pastilah kabar gembira..” hingga ia berinisiatif membawa suami pada Waraqah bin Naufal. Maka tenanglah gejolak hebat tadi dihati suami. Sang ahli kitab mengabarkan pengangkatan dirinya sebagai utusan mulia.
Khadijah melakukan tiga hal terpenting pada malam bersejarah tersebut. Pertama, patuh tanpa banyak tanya dengan langsung menyelimuti suami. Muhammad datang sudah dalam kondisi menggigil ketakutan. Saat demikian.yang dibutuhkannya bukan berondongan pertanyaan melainkan kehangatan dan perhatian.
Mengapa Muhammad tak menyelimuti diri sendiri ? apakah tubuhnya sangat lemah saking takutnya ? tapi bukankah ia sanggup lari demikian jauh dari gua menuju rumah ? mengapa harus minta tolong kepada istri ?
Tentu saja Muhammad bisa menarik selimut dengan tangannya sendiri, namun ia membutuhkan seseorang yang mengepakkan sayap kasih. Belahan cinta yang membagikan rasa terlindungi serta kenyamanan. Sesungguhnya minta diselimuti sama dengan minta perlindungan kasih. Istrilah manusia pertama dan utama yang mengerti kondisi kejiwaan suami.
Kedua, kelabilan jiwa suami segera dikokohkan nya kembali. Secara terus terang Muhammad mengaku sangat ketakutan. Suatu hal yang jarang dilakukan bagi kebanyakan laki laki yang berat digengsi, terutama dihadapan istri.
Khadijah tidak menghibur dengan sekedar kata, “sudahlah, jangan takut..” kalimat singkat itu belum bisa memulihkan kembali kekuatan hati. Perhatian kasih sayang diucapkan secara lengkap.
Khadijah menyebutkan sederet panjang kelebihan suaminya ; suka persaudaraan, memuliakan tamu, senang menolong dan lainnya. Penjelasan demikian detail mengukuhkan kembali keyakinan hati. Mustahil orang baik mendapat perkara buruk dari Tuhan. Manusia yang sehat saja tidak mau menyakiti orang baik.
Ketiga, dia mampu memberikan solusi cemerlang. Karena peristiwa tersebut bersifat ghaib, khadijah membawa suami konsultasi. Bukan dengan dukun, atau tukang nujum. Tetapi ahli kitab, orang berilmu dalam hal agama. Pengetahuan dari kitab – kitab terdahulu menyakinkan bahwa Muhammad telah dikukuhkan sebagai utusan Tuhan.
Disini tercermin kecerdasan seorang wanita istimewa. Istri memposisikan diri sebagai orang yang pertama dan utama dalam membantu kesulitan suami. Perempuan yang paling berhak menjadi tempat curhat keluh kesah karena dia diciptakan Tuhan tempat berbagi susah senang.
“mereka itu (istri) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS.Al-Baqarah;187)
Fungsi pakaian diantaranya memberi kenyamanan perlindungan. Utamanya istri menyelimuti batin suami dengan kehangatan kasih. Tidak perlu dengan selimut tebal dan mahal.mungkin hanya kain tipis yang usang dan itupun tak masalah. Sebab selanjutnya kasih sayang yang akan mencurahkan kehangatan.
Persoalannya terletak pada bagaimana istri memperlakukan suami disaat genting. Dia jelas membutuhkan sokongan dari wanita yang terdekat dihatinya sehingga Muhammad bersedia dengan serta merta menceritakan perihal ketakutannya. Setelah memperoleh dukungan psikologis dan menemukan ketenangan pada haribaan Khadijah.
Ketika istri mampu mendampingi dan memberikan perhatian cinta, dengan luar biasa rasa percaya diri suami mencelat. Kegamangan perasaan berganti semangat menggelora. Srikandi itu selalu hadir pada saat saat sulit. Wajar kiranya kehadiran khadijah dihati Rasulullah tak tergantikan.
Sudah lama jasad khadijah terkubur dalam tanah. Tulang belulangnya hancur lebur dimakan waktu. Namun kenangan selimut jiwa masih sering terucap dari bibir pria mulia. Sekalipun ia telah memiliki Aisyah yang jelita lagi muda. Kenangan selimut cinta memang luar biasa !
Istri umpama telaga hangat yang memancarkan kekuatan batin prima. Bayangkan ! jiwa perempuan yang selembut kapas, tiba tiba harus tegar melihat kecemasan diraut wajah suami. Pada situasi demikian genting, istri memperlihatkan kekokohan hati tanpa turut serta panik.
Ia mampu menyelimuti dengan kedamaian yang menenangkan.padahal selama ini, dialah yang selalu berlindung dipayungi keperkasaan suami. Namun dalam kondisi emergency, kekuatan itu memang harus tumbuh.
Kejayaan seorang suami bukanlah milik dirinya sendiri. Melainkan hasil perjuangan dua insan. Ada peran besar istri yang menjadi penopang tangguh dimasa berat. Sokongan tersebut berupa kata kata yang baik, senyuman ikhlas yang mencerahkan, serta sugesti tiada henti. Peranan istri sebagai telaga hangat yang memberi semangat. Setumpuk kegelisahan yang terbawa pulang lenyap hanya dengan menatap cahaya taqwa diwajahnya.
Lebih dari memberi kehangatan dengan menyelimuti tubuh, ketulusan menaungi batin yang gelisah tentu lebih bernilai. Kata kata menghibur yang meredam gelombang resah, serta mencarikan jalan keluar dari benang kusut yang membelit. Kehangatan cintanya abadi dari malam pertama hingga malam terakhir. Sesuatu yang indah dan tiada mengenal kata “ Tamat”
suka suka sukaaaa...
BalasHapuskereen...