“Kamu tahu, kalau orang jatuh cinta boleh memilih, maka ia memilih untuk tidak jatuh cinta?”
“Jika tahu
keburukan – keburukannya tak mampu menyadarkan dari keterjebakan rasa, apakah
sebenarnya yang terjadi? Apakah jaringan iman sudah rapuh?”
Kalimat
tersebut adalah pesan melalui whatsapp yang mampir di ponselku semalam. Namun
karena kantuk yang teramat, maka tak sempat kutanggapi saat pesan tersebut
masuk, sedangkan kelopak mata sudah terlanjur lekat.
Aku tak tahu
persis apa maksud pesan tersebut, dan tak bermaksud ingin menanyakan
kejelasannya sampai ia bercerita sendiri. Namun kalau boleh ku analisa,
sepertinya tentang cinta. Hmm, lalu, ada apa dengan cintanya?
Sampai kapan pun rasa itu akan terus membayangi, sehingga Dia menghalalkan dan merawat rasa itu dengan cara yang lebih agung. Cinta adalah rasa yang fitrah yang dihadirkan Allah untuk tiap hamba-Nya. Keberadaannya bisa membuat kita semakin mulia atau sebaliknya.Setidaknya ada dua solusi untuk orang yang sedang jatuh cinta, menikah atau memutus rasa. Menikah tentulah jalan mulia yang memang sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga kebersihan hati dan menjaga diri dari hal-hal yang tak diinginkan. Adapun memutus rasa, seperti tampak ekstrim cara tersebut. Sebab masalah hati adalah masalah yang rumit. Dipaksa melupakan adalah hal yang cukup sulit untuk orang-orang yang sudah terlanjur memiliki rasa.
Lalu bagaimana solusinya? Allah adalah sebaik baik tempat bermuara. Buatlah titian indah ke Langit, maka pelan-pelan engkau akan meninggalkan apa yang tak berguna. Lakukanlah hal-hal yang utama, maka yang sia-sia akan menghilang dengan sendirinya. Tilawah yang mungkin berkurang, paksalah untuk terus bertambah, menambah hafalan quran, tahajud yang terasa berat, maka usahakanlah dengan keras, shaum, dzikir pagi-petang dan juga ibadah-ibadah sunnah yang lainnya insya Allah akan bisa mengalihkan fokus dari hanya kepikiran tentang ia.
Bukankah
Allah menjanjikan cinta yang tanpa cela dan tak mengenal kecewa? Dan Dia
menjanjikan pahala bagi cinta yang memang seharusnya (setelah pernikahan), maka
betapa terasa sia-sianya memelihara rasa yang tak pada tempatnya.
Memang tidak
mudah menghilangkan rasa yang sudah menempati keterlanjurannya. Oleh sebab itu
mintalah tolong pada-Nya untuk mencabut rasa yang tak seharusnya. Izinkan hati
untuk terus berproses menuai ikhlas itu. Meski pelan, tapi Allah akan melihat
kesungguhan hati dalam berproses. Karena Allah menyuguhkan berbagai cerita di dalam
kehidupan tentu bukan tanpa maksud. Dia ingin hamba-Nya semakin dekat pada-Nya,
pun ketika Dia menghadirkan seseorang, hendaknya seseorang tersebut bisa
menjadikan semakin dekat dengan-Nya, bukan malah membuat makin berat untuk
beribadah.
Bahwa cinta
akan menemukan jalan-Nya sendiri, ia akan mengalir sesuai fitrahnya, menyentuh
hati-hati manusia dan akan bermuara pada-Nya. Takdir itu akan sempurna menyapa
pada akhirnya. Maka jangan memaksakan cinta yang tak semesti-Nya. Dan semua
akan tunduk pada keimanan yang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Sebab takdir
tidak pernah salah berkisah dan takdir itu beririsan dengan keimanan, bukan
semata karena keinginan. Allah selalu menciptakan tikungan takdir untuk masing
– masing hamba-Nya, yang ia tak bisa diduga karena tentu tak biasa.
“Allahumma
Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tha’atik.”
MasyaAllahđź’•
BalasHapusInsyaAllah jodoh itu seperti cermin
Yang baik dapat yang baik..
Sesuai dengan kualitas diri kita..